When this life becomes more difficult, I hope my starlight will stay to give me little hopeness in this black holes darkness sky

krisjoko

Negeri Sampah

Tuesday, July 15, 2008 by Mas Kris

Sebuah penelitian oleh Swiss Federal Institute of Aquatic Sciences di sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menghasilkan kesimpulan yang mengerikan. Menurut penelitian itu, kawasan perairan pantai timur Sumatra adalah wilayah di Asia Tenggara yang paling berisiko terkontaminasi arsenik.

Bila melampaui ambang batas, arsenik bisa mematikan. Dan, menurut penelitian itu, bentangan wilayah seluas 100.000 hektare di sepanjang perairan pantai timur Sumatra berpotensi terkontaminasi arsenik di atas ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO.

Penyebabnya antara lain, penambangan batu-batuan yang meluas di kawasan itu; sumur-sumur penduduk yang digali sejak 1970-an dan 1980-an, serta tingginya pencemaran di Selat Malaka. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah tingkat pemakaian pestisida yang meluas dan lama di Indonesia.

Hasil penelitian itu sesungguhnya meneguhkan kembali untuk kesekian kali bahwa Indonesia adalah negara yang sangat lalai dalam soal pengendalian lingkungan. Pencemaran air dan laut serta lingkungan terjadi di depan mata bahkan didukung oleh kebijakan pemerintah.

Contoh yang paling aktual dewasa ini adalah bagaimana sejumlah anggota DPR dijebloskan ke bui dalam kasus korupsi pengalihan lahan hutan lindung.

Sayangnya, mereka masuk bui tidak karena melanggar ketentuan konservasi lingkungan, tetapi lebih disebabkan korupsi. Andaikata tidak terjadi korupsi dan suap, pengalihan hutan lindung dianggap tidak melanggar apa-apa.

Salah satu perusakan lingkungan yang didukung negara adalah izin penambangan di kawasan hutan lindung. Seperti diketahui, arsenik yang meningkat kadarnya disebabkan juga oleh pembukaan perut bumi yang terlalu luas, dalam, dan berkesinambungan.

Laut di dan oleh Indonesia tidak dianggap sebagai kawasan yang harus dilindungi. Persepsi seperti ini di kalangan penyelenggara negara telah memungkinkan dunia memberlakukan laut Indonesia sebagai tempat sampah. Dan lebih celaka lagi, kalangan elite berperan memuluskan cara menjadikan laut Indonesia sebagai tempat sampah.

Masih segar dalam ingatan bagaimana para pengusaha menjadikan sampah berbahaya dari negara lain sebagai bisnis. Dengan dalih mengimpor pupuk, mereka menjadi agen pengangkut limbah berbahaya untuk dibuang ke laut-laut Indonesia yang sangat tidak terjaga.

Pengerukan pasir, termasuk pasir timah dari kawasan Bangka dan Belitung yang sempat dilarang, kini rupanya akan dibuka lagi perizinannya. Itu sekali lagi memperlihatkan dalam soal lingkungan Indonesia tidak memiliki komitmen kuat. Indonesia selalu tergoda untuk mengorbankan lingkungan demi keuntungan komersial.

Kontaminasi arsenik yang mengancam jutaan penduduk di sepanjang pantai timur Sumatra adalah puncak dari gunung es yang amat membahayakan. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, seperti biasa, tidak terbelalak oleh ancaman yang sangat serius itu. Dan seperti biasa, reaksi terhadap ancaman lingkungan selalu dijawab dengan kalimat klise: ''Kami belum memperoleh laporan.''

Kerusakan lingkungan karena kesengajaan, kealpaan, dan ketidaktahuan merebak di depan mata dan di setiap aspek kehidupan. Indonesia belum memperlihatkan komitmen yang sungguh-sungguh terhadap kelestarian lingkungan.

Itu fakta yang mengganggu sekaligus memalukan. Memalukan karena inilah tingkat peradaban kita yang bangga dan tidak merasa terganggu sebagai tempat pembuangan sampah global.

Filed under having  

0 comments:

Post a Comment